Hari Kemerdekaan
Republik Indonesia Ke 69
Naskah
Proklamasi :
Pengimbaran Bendera Merah Putih
Pembacaan Naskah Proklamasi
Foto karya Frans Mendur
Foto karya Frans Mendur
Setelah Pembacaan Naskah Proklamasi, Ir. Soekarno Maju kedepan dan Mengucapkan Pekik Kemerdekaan, Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
Pengibaran Bendera Merah Putih
oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air)
Pengibaran Bendera Merah Putih, yang disaksikan masyarakat yang berkumpul untuk menyaksikan
oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air)
Kisah Perjuangan Mengabadikan Moment Pembacaan Naskah Proklamasi dengan Menggunakan Kamera :
Foto
karya Frans Mendur yang mengabadikan Presiden Soekarno membacakan naskah
proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, Cikini, Jakarta.
Suatu
pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans Sumarto Mendur mendengar kabar dari
sumber di harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno.
Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala bagian fotografi kantor
berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa. Kedua Mendur bersaudara ini lantas
membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno.
Kendati
Jepang telah mengaku kalah pada sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut
belum diketahui luas di Indonesia. Radio masih disegel Jepang dan bendera
Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran
dan bersenjata lengkap.
Dengan
mengendap-endap, Mendur bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta, tatkala jam masih menunjukkan pukul
05.00 pagi.
Pukul
08.00, Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Soekarno
juga masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah
Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Dibangunkan dokternya untuk minum
obat, Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 09.00.
Di
Jakarta, pukul 10.00 pada hari Jumat pagi itu Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara proklamasi kemerdekaan
berlangsung sederhana, tanpa protokol. Hanya Mendur bersaudara yang hadir
sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah Indonesia.
Usai
upacara, Mendur bersaudara bergegas meninggalkan kediaman Soekarno. Tentara
Jepang memburu mereka. Alex Mendur tertangkap, tentara Jepang menyita foto-foto
yang baru saja dibuat dan memusnahkannya.
Adiknya,
Frans Mendur, berhasil meloloskan diri. Negatif foto dikubur di tanah dekat
sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Tentara Jepang
mendatanginya, tapi Frans mengaku negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor.
Meski
negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itu pun tak mudah.
Mendur bersaudara harus diam-diam menyelinap di malam hari, memanjat pohon dan
melompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara.
Negatif
foto lolos dan dicetak di sebuah lab foto. Risiko bagi Mendur bersaudara jika
tertangkap tentara Jepang adalah penjara, bahkan hukuman mati. Tanpa foto karya
Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan terdokumentasikan dalam bentuk
foto.
Proklamasi
kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat di harian Asia Raya, 18 Agustus
1945. Tanpa foto karena telah disensor Jepang.
Setelah
proklamasi kemerdekaan, pada bulan September 1945, fotografer-fotografer muda
Indonesia bekas fotografer Domei di Jakarta dan Surabaya mendirikan biro foto
di kantor berita Antara.
Tanggal
1 Oktober 1945, BM Diah dan wartawan-wartawan eks harian Asia Raya merebut
percetakan De Unie dan mendirikan Harian Merdeka. Alex Mendur pun pindah ke
Harian Merdeka. Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans
Mendur tersebut baru bisa dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di
halaman muka Harian Merdeka.
Setahun
setelah kepindahan ke Harian Merdeka, kakak-beradik Frans dan Alex Mendur
menggagas pendirian Indonesia Press Photo Service, disingkat IPPHOS. Turut
mendirikan biro foto pertama Indonesia tersebut, kakak-beradik Justus dan Frank
“Nyong” Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam
Wuruk Nomor 30, Jakarta, sejak berdiri 2 Oktober 1946 hingga 30 tahun kemudian.
IPHHOS
Koleksi
foto IPPHOS pada kurun waktu 1945-1949 konon berjumlah 22.700 bingkai foto.
Namun, hanya 1 persen yang terpublikasikan. Foto-foto IPPHOS tak hanya
dokumentasi pejabat-pejabat negara, tetapi juga rekaman otentik kehidupan
masyarakat pada masa itu.
Keluarga
Mendur adalah putra daerah Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara. Alex Mendur
lahir pada 1907, sementara adiknya Frans Mendur lahir tahun 1913. Frans belajar
fotografi kepada Alex yang sudah lebih dahulu menjadi wartawan Java Bode, koran
berbahasa Belanda di Jakarta. Frans lantas mengikuti jejak abangnya menjadi
wartawan pada tahun 1935.
Foto
monumental lain karya Alex Mendur adalah foto pidato Bung Tomo yang berapi-api
di Mojokerto tahun 1945, tetapi sering dianggap terjadi di hotel Oranje,
Surabaya. Foto monumental lain karya Frans Mendur adalah foto Soeharto yang
menjemput Panglima Besar Jendral Soedirman pulang dari perang gerilya di Jogja,
10 Juli 1949.
Kala
itu nama Mendur bersaudara sudah terkenal di mana-mana. Keberadaan mereka
diperhitungkan media-media asing. Namun, Mendur bersaudara dan IPPHOS tetap
idealis untuk loyal kepada Indonesia. Padahal, secara etnis Minahasa,
sebenarnya Mendur bersaudara bisa saja dengan mudah merapat ke Belanda. IPPHOS
tetap independen, di kala kesempatan bagi Mendur bersaudara terbuka luas untuk
meraup lebih banyak uang dengan bekerja untuk media asing.
Meninggal
dalam sepi
Semasa
hidupnya, Frans Mendur pernah menjadi penjual rokok di Surabaya. Di RS Sumber
Waras Jakarta pada tanggal 24 April 1971, fotografer pengabadi proklamasi
kemerdekaan RI ini meninggal dalam sepi.
Alex
Mendur tutup usia pada tahun 1984 juga dalam keadaan serupa. Hingga tutup usia,
kakak-beradik Frans dan Alex Mendur tercatat belum pernah menerima penghargaan
atas sumbangsih mereka pada negara ini. Konon, mereka berdua pun ditolak untuk
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baru
pada 9 November 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi kedua
fotografer bersejarah Indonesia ini, Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto
Mendur, penghargaan Bintang Jasa Utama.
Jolly Rompas, pengelola Tugu Pers Mendur, berdiri di depan patung Alex
Impurung Mendur (kiri) dan Frans Soemarto Mendur di Kelurahan Talikuran,
Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu (22/1/2014).
Tugu Pers Mendur didirikan untuk mengenang jasa kakak beradik tersebut yang
mengabadikan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia lewat kamera mereka.
Keduanya adalah putra asli Minahasa.
Tugu
Pers Mendur
Untuk
mengenang aksi heroik Mendur bersaudara, keluarga besar Mendur mendirikan sebuah
monumen yang disebut "Tugu Pers Mendur". Tugu ini berupa patung Alex
dan Frans serta bangunan rumah adat Minahasa berbentuk panggung berbahan kayu.
Tugu
Pers Mendur didirikan di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan Utara,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, di tanah kelahiran mereka. Di dalam rumah
itu terdapat 113 foto karya Mendur bersaudara. Presiden Yudhoyono meresmikan tugu ini pada 11 Februari 2013
Lirik
lagu - Hari Merdeka
(17 Agustus 1945) - Lagu
Kebangsaan Indonesia
Tujuh
belas agustus tahun empat lima
Itulah
hari kemerdekaan kita
Hari
merdeka nusa dan bangsa
Hari
lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali
merdeka tetap merdeka
Selama
hayat masih di kandung badan
Kita
tetap setia tetap setia
Mempertahankan
Indonesia
Kita
tetap setia tetap setia
Membela
negara kita
Sekilas
Sejarah Terciptanya
Lagu Hari Kemerdekaan
M. Husein
Mutahar atau yang lebih dikenal dengan nama H. Mutahar, Nah, beliau ini merupakan
orang yang berjasa karena telah menciptakan Lagu Hari Merdeka. Lagu Hari Merdeka yang sering diperdengarkan pada
saat HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, menurut pengakuan beliau sendiri,
diciptakan di dalam toilet Hotel Garuda Yogyakarta. Ketika itu ia sekamar
dengan Hugeng yang kemudian menjadi Kepala Polri, dimana pada saat itu sedang
bersama-sama mengawal Bung Karno. Hugeng kebingungan mencarikan kertas dan
pulpen karena Mutahar tergopoh-gopoh hendak menuangkan gagasannya ke atas
kertas. Selanjutnya, karya cipta lainnya dari H. Mutahar yang cukup dikenal
adalah lagu SYUKUR. Menurut beliau, lagu Syukur ini diciptakan pada tahun 1944,
adalah sebuah puji syukur yang dipersiapkannya untuk menyambut Kemerdekaan RI
yang ketika itu diduganya sudah hampir tercapai.
Bapak
Husein Mutahar kemudian meninggal dunia pada tanggal 9 Juni 2004 pada usia 87
tahun. Walaupun beliau berhak dimakamkan di Makam Taman Pahlawan Kalibata
karena memiliki Tanda Kehormatan NegaraBintang Mahaputera atas jasanya
menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memilikiBintang Gerilya atas
jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948 1949 tetapi Beliau tidak mau dan
kemudian dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Sumber :
http://nasional.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Memberikan Saran dan Kritik !!!