Minggu, 17 Agustus 2014

Memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang Ke-69

Hari Kemerdekaan 
Republik Indonesia Ke 69





Naskah Proklamasi :



Pembacaan Proklamasi dan
Pengimbaran Bendera Merah Putih


Pembacaan Naskah Proklamasi
Foto karya Frans Mendur


Setelah Pembacaan Naskah Proklamasi, Ir. Soekarno Maju kedepan dan Mengucapkan Pekik Kemerdekaan, Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !





Pengibaran Bendera Merah Putih
oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air)



Pengibaran Bendera Merah Putih, yang disaksikan masyarakat yang berkumpul untuk menyaksikan
oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air)



Kisah Perjuangan Mengabadikan Moment Pembacaan Naskah Proklamasi dengan Menggunakan Kamera :
Foto karya Frans Mendur yang mengabadikan Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, Cikini, Jakarta.

Suatu pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans Sumarto Mendur mendengar kabar dari sumber di harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno. Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala bagian fotografi kantor berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa. Kedua Mendur bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno.

Kendati Jepang telah mengaku kalah pada sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut belum diketahui luas di Indonesia. Radio masih disegel Jepang dan bendera Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran dan bersenjata lengkap.

Dengan mengendap-endap, Mendur bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta, tatkala jam masih menunjukkan pukul 05.00 pagi.

Pukul 08.00, Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Soekarno juga masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Dibangunkan dokternya untuk minum obat, Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 09.00.

Di Jakarta, pukul 10.00 pada hari Jumat pagi itu Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol. Hanya Mendur bersaudara yang hadir sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah Indonesia.

Usai upacara, Mendur bersaudara bergegas meninggalkan kediaman Soekarno. Tentara Jepang memburu mereka. Alex Mendur tertangkap, tentara Jepang menyita foto-foto yang baru saja dibuat dan memusnahkannya.

Adiknya, Frans Mendur, berhasil meloloskan diri. Negatif foto dikubur di tanah dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Tentara Jepang mendatanginya, tapi Frans mengaku negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor.

Meski negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itu pun tak mudah. Mendur bersaudara harus diam-diam menyelinap di malam hari, memanjat pohon dan melompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara.

Negatif foto lolos dan dicetak di sebuah lab foto. Risiko bagi Mendur bersaudara jika tertangkap tentara Jepang adalah penjara, bahkan hukuman mati. Tanpa foto karya Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan terdokumentasikan dalam bentuk foto.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Tanpa foto karena telah disensor Jepang.

Setelah proklamasi kemerdekaan, pada bulan September 1945, fotografer-fotografer muda Indonesia bekas fotografer Domei di Jakarta dan Surabaya mendirikan biro foto di kantor berita Antara.

Tanggal 1 Oktober 1945, BM Diah dan wartawan-wartawan eks harian Asia Raya merebut percetakan De Unie dan mendirikan Harian Merdeka. Alex Mendur pun pindah ke Harian Merdeka. Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans Mendur tersebut baru bisa dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman muka Harian Merdeka.

Setahun setelah kepindahan ke Harian Merdeka, kakak-beradik Frans dan Alex Mendur menggagas pendirian Indonesia Press Photo Service, disingkat IPPHOS. Turut mendirikan biro foto pertama Indonesia tersebut, kakak-beradik Justus dan Frank “Nyong” Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta, sejak berdiri 2 Oktober 1946 hingga 30 tahun kemudian.

IPHHOS
Koleksi foto IPPHOS pada kurun waktu 1945-1949 konon berjumlah 22.700 bingkai foto. Namun, hanya 1 persen yang terpublikasikan. Foto-foto IPPHOS tak hanya dokumentasi pejabat-pejabat negara, tetapi juga rekaman otentik kehidupan masyarakat pada masa itu.

Keluarga Mendur adalah putra daerah Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara. Alex Mendur lahir pada 1907, sementara adiknya Frans Mendur lahir tahun 1913. Frans belajar fotografi kepada Alex yang sudah lebih dahulu menjadi wartawan Java Bode, koran berbahasa Belanda di Jakarta. Frans lantas mengikuti jejak abangnya menjadi wartawan pada tahun 1935.

Foto monumental lain karya Alex Mendur adalah foto pidato Bung Tomo yang berapi-api di Mojokerto tahun 1945, tetapi sering dianggap terjadi di hotel Oranje, Surabaya. Foto monumental lain karya Frans Mendur adalah foto Soeharto yang menjemput Panglima Besar Jendral Soedirman pulang dari perang gerilya di Jogja, 10 Juli 1949.

Kala itu nama Mendur bersaudara sudah terkenal di mana-mana. Keberadaan mereka diperhitungkan media-media asing. Namun, Mendur bersaudara dan IPPHOS tetap idealis untuk loyal kepada Indonesia. Padahal, secara etnis Minahasa, sebenarnya Mendur bersaudara bisa saja dengan mudah merapat ke Belanda. IPPHOS tetap independen, di kala kesempatan bagi Mendur bersaudara terbuka luas untuk meraup lebih banyak uang dengan bekerja untuk media asing.

Meninggal dalam sepi
Semasa hidupnya, Frans Mendur pernah menjadi penjual rokok di Surabaya. Di RS Sumber Waras Jakarta pada tanggal 24 April 1971, fotografer pengabadi proklamasi kemerdekaan RI ini meninggal dalam sepi. 

Alex Mendur tutup usia pada tahun 1984 juga dalam keadaan serupa. Hingga tutup usia, kakak-beradik Frans dan Alex Mendur tercatat belum pernah menerima penghargaan atas sumbangsih mereka pada negara ini. Konon, mereka berdua pun ditolak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Baru pada 9 November 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi kedua fotografer bersejarah Indonesia ini, Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur, penghargaan Bintang Jasa Utama.
  

Jolly Rompas, pengelola Tugu Pers Mendur, berdiri di depan patung Alex Impurung Mendur (kiri) dan Frans Soemarto Mendur di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu (22/1/2014). Tugu Pers Mendur didirikan untuk mengenang jasa kakak beradik tersebut yang mengabadikan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia lewat kamera mereka. Keduanya adalah putra asli Minahasa.

Tugu Pers Mendur
Untuk mengenang aksi heroik Mendur bersaudara, keluarga besar Mendur mendirikan sebuah monumen yang disebut "Tugu Pers Mendur". Tugu ini berupa patung Alex dan Frans serta bangunan rumah adat Minahasa berbentuk panggung berbahan kayu.

Tugu Pers Mendur didirikan di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, di tanah kelahiran mereka. Di dalam rumah itu terdapat 113 foto karya Mendur bersaudara. Presiden Yudhoyono meresmikan tugu ini pada 11 Februari 2013


Lirik lagu - Hari Merdeka 
(17 Agustus 1945) - Lagu Kebangsaan Indonesia

Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka

Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap setia
Membela negara kita

Sekilas Sejarah Terciptanya 
Lagu Hari Kemerdekaan



M. Husein Mutahar atau yang lebih dikenal dengan nama H. Mutahar, Nah, beliau ini merupakan orang yang berjasa karena telah menciptakan Lagu Hari Merdeka. Lagu Hari Merdeka yang sering diperdengarkan pada saat HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, menurut pengakuan beliau sendiri, diciptakan di dalam toilet Hotel Garuda Yogyakarta. Ketika itu ia sekamar dengan Hugeng yang kemudian menjadi Kepala Polri, dimana pada saat itu sedang bersama-sama mengawal Bung Karno. Hugeng kebingungan mencarikan kertas dan pulpen karena Mutahar tergopoh-gopoh hendak menuangkan gagasannya ke atas kertas. Selanjutnya, karya cipta lainnya dari H. Mutahar yang cukup dikenal adalah lagu SYUKUR. Menurut beliau, lagu Syukur ini diciptakan pada tahun 1944, adalah sebuah puji syukur yang dipersiapkannya untuk menyambut Kemerdekaan RI yang ketika itu diduganya sudah hampir tercapai.


Bapak Husein Mutahar kemudian meninggal dunia pada tanggal 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun. Walaupun beliau berhak dimakamkan di Makam Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki Tanda Kehormatan NegaraBintang Mahaputera atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memilikiBintang Gerilya atas jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948 1949 tetapi Beliau tidak mau dan kemudian dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

Sumber :
http://nasional.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberikan Saran dan Kritik !!!