Senin, 19 Oktober 2015

Macam-macam dan Jenis Pantun Indonesia


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail

Pantun (Jawi: ڤنتون) merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. 
Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

Hasil Karya Pantun 
SD Ra. Kartini - Surabaya








Daftar isi

    1 Peran pantun
    2 Struktur pantun
    3 Jenis-jenis pantun
    4 Referensi

Peran pantun

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berpikir. Pantun melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar. pantun juga melatih orang berpikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.

Secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan. Kedekatan nilai sosial dan pantun bahkan bermula dari filosofi pantun itu sendiri. ”Adat berpantun, pantang melantun” adalah filosofi yang melekat pada pantun. Adagium tersebut mengisyaratkan bahwa pantun lekat dengan nilai-nilai sosial dan bukan semata imajinasi[1]. Effensi (2005) mencatat semangat ”hakekat pantun menjadi penuntun" pada pantuan. Penjelasan tersebut meneguhkan fungsi pantun sebagai penjaga dan media kebudayaan untuk memperkenalkan dan menjaga nilai-nilai masyarakat[2].
Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan. Pola rima dan irama pada pantun secara eksplisit menegaskan sifat kelisanan pantun pada budaya Melayu dulu.

Pantun memiliki dua pokok struktur utama, yaitu sampiran dan isi. Sampiran biasanya adalah 2 larik (baris ketika dituliskan) yang umumnya berisi hal-hal yang bersifat umum. Jantung pantun berada pada dua larik terakhir yang dikenal sebagai isi pantun. Pesan-pesan pada pantun melekat pada kedua larik terakhir.

    Air dalam bertambah dalam
    Hujan di hulu belum lagi teduh
    Hati dendam bertambah dendam
    Dendam dahulu belum lagi sembuh

Aturan umum berlaku pada pantun, seperti halnya puisi lama. Misalnya, satu larik pantun biasanya terdiri atas 6-12 kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku dan bersifat kaku. Pola rima umum yang berlaku pada pantun adalah a-b-a-b dan a-a-a-a. Meski demikian, kerap diketemukan pula pola pantun yang berpola a-a-b-b.
Jenis-jenis pantun  
Pantun Adat

    Menanam kelapa di pulau Bukum
    Tinggi sedepa sudah berbuah
    Adat bermula dengan hukum
    Hukum bersandar di Kitabullah

    Ikan berenang lubuk
    Ikan belida dadanya panjang
    Adat pinang pulang ke tampuk
    Adat sirih pulang ke gagang

    Lebat daun bunga tanjung
    Berbau harum bunga cempaka
    Adat dijaga pusaka dijunjung
    Baru terpelihara adat pusaka

    Bukan lebah sembarang lebah
    Lebah bersarang di buku buluh
    Bukan sembah sembarang sembah
    Sembah bersarang jari sepuluh

    Pohon nangka berbuah lebat
    Bilalah masak harum juga
    Berumpun pusaka berupa adat
    Daerah berluhak alam beraja

Pantun Agama

    Banyak bulan perkara bulan
    Tidak semulia bulan puasa
    Banyak tuhan perkara tuhan
    Tidak semulia Tuhan Yang Esa

    Daun terap di atas dulang
    Anak udang mati di tuba
    Dalam kitab ada terlarang
    Yang haram jangan dicoba

    Bunga kenanga di atas kubur
    Pucuk sari pandan Jawa
    Apa guna sombong dan takabur
    Rusak hati badan binasa

    Asam kandis asam gelugur
    Ketiga asam si riang-riang
    Menangis mayat di pintu kubur
    Teringat badan tidak sembahyang

Pantun Budi

    Bunga cina di atas batu
    Daunnya lepas ke dalam ruang
    Adat budaya tidak berlaku
    Sebabnya emas budi terbuang

    Di antara padi dengan selasih
    Yang mana satu tuan luruhkan
    Di antarabudi dengan kasih
    Yang mana satu tuan turutkan

    Apa guna berkain batik
    Kalau tidak dengan sujinya
    Apa guna beristeri cantik
    Kalau tidak dengan budinya

    Sarat perahu muat pinang
    Singgah berlabuh di Kuala Daik
    Jahat berlaku lagi dikenang
    Inikan pula budi yang baik

    Anak angsa mati lemas
    Mati lemas di air masin
    Hilang bahasa karena emas
    Hilang budi karena miskin

    Biarlah orang bertanam buluh
    Mari kita bertanam padi
    Biarlah orang bertanam musuh
    Mari kita menanam budi

    Ayam jantan si ayam jalak
    Jaguh siantan nama diberi
    Rezeki tidak saya tolak
    Musuh tidak saya cari

    Jikalau kita bertanam padi
    Senanglah makan adik-beradik
    Jikalau kita bertanam budi
    Orang yang jahat menjadi baik

    Kalau keladi sudah ditanam
    Jangan lagi meminta balas
    Kalau budi sudah ditanam
    Jangan lagi meminta balas

 
Pantun Jenaka

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:

    Di mana kuang hendak bertelur
    Di atas lata di rongga batu
    Di mana tuan hendak tidur
    Di atas dada di rongga susu

    Elok berjalan kota tua
    Kiri kanan berbatang sepat
    Elok berbini orang tua
    Perut kenyang ajaran dapat

    Sakit kaki ditikam jeruju
    Jeruju ada di dalam paya
    Sakit hati memandang susu
    Susu ada dalam kebaya

    Naik ke bukit membeli lada
    Lada sebiji dibelah tujuh
    Apanya sakit berbini janda
    Anak tiri boleh disuruh

    Orang Sasak pergi ke Bali
    Membawa pelita semuanya
    Berbisik pekak dengan tuli
    Tertawa si buta melihatnya

    Jalan-jalan ke rawa-rawa
    Jika capai duduk di pohon palem
    Geli hati menahan tawa
    Melihat katak memakai helm

    Limau purut di tepi rawa,
    buah dilanting belum masak
    Sakit perut sebab tertawa,
    melihat kucing duduk berbedak

    jangan suka makan mentimun
    karna banyak getahnya
    hai kawan jangan melamun
    melamun itu tak ada gunanya

Pantun Kepahlawanan
 Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan

    Adakah perisai bertali rambut
    Rambut dipintal akan cemara
    Adakah misai tahu takut
    Kamipun muda lagi perkasa

    Hang Jebat Hang Kesturi
    Budak-budak raja Melaka
    Jika hendak jangan dicuri
    Mari kita bertentang mata

    Kalau orang menjaring ungka
    Rebung seiris akan pengukusnya
    Kalau arang tercorong kemuka
    Ujung keris akan penghapusnya

    Redup bintang haripun subuh
    Subuh tiba bintang tak nampak
    Hidup pantang mencari musuh
    Musuh tiba pantang ditolak

    Esa elang kedua belalang
    Takkan kayu berbatang jerami
    Esa hilang dua terbilang
    Takkan Melayu hilang di bumi

    Pantun Kias

    Ayam sabung jangan dipaut
    Jika ditambat kalah laganya
    Asam di gunung ikan di laut
    Dalam belanga bertemu juga

    Berburu ke padang datar
    Dapatkan rusa belang kaki
    Berguru kepalang ajar
    Bagaikan bunga kembang tak jadi

    Anak Madras menggetah punai
    Punai terbang mengirap bulu
    Berapa deras arus sungai
    Ditolak pasang balik ke hulu

    Kayu tempinis dari kuala
    Dibawa orang pergi Melaka
    Berapa manis bernama nira
    Simpan lama menjadi cuka

    Disangka nenas di tengah padang
    Rupanya urat jawi-jawi
    Disangka panas hingga petang
    Kiranya hujan tengah hari

    Pantun Nasihat

    Kayu cendana di atas batu
    Sudah diikat dibawa pulang
    Adat dunia memang begitu
    Benda yang buruk memang terbuang

    Kemuning di tengah balai
    Bertumbuh terus semakin tinggi
    Berunding dengan orang tak pandai
    Bagaikan alu pencungkil duri

    Parang ditetak ke batang sena
    Belah buluh taruhlah temu
    Barang dikerja takkan sempurna
    Bila tak penuh menaruh ilmu

    Padang temu padang baiduri
    Tempat raja membangun kota
    Bijak bertemu dengan jauhari
    Bagaikan cincin dengan permata

    Ngun Syah Betara Sakti
    Panahnya bernama Nila Gandi
    Bilanya emas banyak di peti
    Sembarang kerja boleh menjadi

    Jalan-jalan ke Kota Blitar
    jangan lupa beli sukun
    Jika kamu ingin pintar
    belajarlah dengan tekun

Pantun Percintaan

    Coba-coba menanam mumbang
    Moga-moga tumbuh kelapa
    Coba-coba bertanam sayang
    Moga-moga menjadi cinta

    Jangan suka bermain tali
    Kalau tak ingin terikat olehnya
    Putus cinta jangan disesali
    Pasti kan datang cinta yang lainnya

    Limau purut lebat di pangkal
    Sayang selasih condong uratnya
    Angin ribut dapat ditangkal
    Hati yang kasih apa obatnya

    Ikan belanak hilir berenang
    Burung dara membuat sarang
    Makan tak enak tidur tak tenang
    Hanya teringat dinda seorang

    Anak kera di atas bukit
    Dipanah oleh Indera Sakti
    Dipandang muka senyum sedikit
    Karena sama menaruh hati

    Ikan sepat dimasak berlada
    Kutunggu digulai anak seberang
    Jika tak dapat pada masa muda
    Kutunggu sampai beranak seorang

    Kalau tuan pergi ke Tanjung
    Kirim saya sehelai baju
    Kalau tuan menjadi burung
    Sahaya menjadi ranting kayu.

    Kalau tuan pergi ke Tanjung
    Belikan sahaya pisau lipat
    Kalau tuan menjadi burung
    Sahaya menjadi benang pengikat

    Kalau tuan mencari buah
    Sahaya pun mencari pandan
    Jikalau tuan menjadi nyawa
    Sahaya pun menjadi badan.

Pantun Peribahasa

    Berakit-rakit ke hulu
    Berenang-renang ke tepian
    Bersakit-sakit dahulu
    Bersenang-senang kemudian

    Ke hulu memotong pagar
    Jangan terpotong batang durian
    Cari guru tempat belajar
    Jangan jadi sesal kemudian

    Kerat kerat kayu di ladang
    Hendak dibuat hulu cangkul
    Berapa berat mata memandang
    Barat lagi bahu memikul

    Harapkan untung menggamit
    Kain di badan didedahkan
    Harapkan guruh di langit
    Air tempayan dicurahkan

    Pohon pepaya di dalam semak
    Pohon manggis sebasar lengan
    Kawan tertawa memang banyak
    Kawan menangis diharap jangan

Pantun Perpisahan

    Pucuk pauh delima batu
    Anak sembilang di tapak tangan
    Biar jauh di negeri satu
    Hilang di mata di hati jangan

    Bagaimana tidak dikenang
    Pucuknya pauh selasih Jambi
    Bagaimana tidak terkenang
    Dagang yang jauh kekasih hati

    Duhai selasih janganlah tinggi
    Kalaupun tinggi berdaun jangan
    Duhai kekasih janganlah pergi
    Kalaupun pergi bertahun jangan

    Batang selasih mainan budak
    Berdaun sehelai dimakan kuda
    Bercerai kasih bertalak tidak
    Seribu tahun kembali juga

    Bunga Cina bunga karangan
    Tanamlah rapat tepi perigi
    Adik di mana abang gerangan
    Bilalah dapat bertemu lagi

    Kalau ada sumur di ladang
    Bolehlah kita menumpang mandi
    Kalau ada umurku panjang
    Bolehlah kita bertemu lagi
 
Pantun Teka-teki

    Kalau tuan bawa keladi
    Bawakan juga si pucuk rebung
    Kalau tuan bijak bestari
    Binatang apa tanduk di hidung?

    Beras ladang sulung tahun
    Malam malam memasak nasi
    Dalam batang ada daun
    Dalam daun ada isi

    Terendak bentan lalu dibeli
    Untuk pakaian saya turun ke sawah
    Kalaulah tuan bijak bestari
    Apa binatang kepala di bawah ?

    Kalau tuan muda teruna
    Pakai seluar dengan gayanya
    Kalau tuan bijak laksana
    Biji di luar apa buahnya

    Tugal padi jangan bertangguh
    Kunyit kebun siapa galinya
    Kalau tuan cerdik sungguh
    Langit tergantung mana talinya? 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberikan Saran dan Kritik !!!